Jumat, 23 September 2011

Memperkosa, diperkosa, dan pemerkosaan.



Entah kenapa, semenjak berita tentang pemerkosaan masal di angkot yang terjadi beberapa waktu lalu, topik pemerkosaan selalu saja menjadi hal hangat yang sering dibicarakan. (sebenernya jika membahas pemerkosaan sih tak perlu adanya kejadian pemicu, topik itu memang akan selalu hangat dibicarakan sejak dan sampai tahun kapanpun.

Orang tua, kerabat, sahabat sampai pasangan kita tak ada henti-hentinya memberikan berbagai macam nasehat, dan masukan pada kita, sebagai orang yang mereka cintai untuk lebih meningkatkan kewaspadaan agar hal-hal tersebut tak menimpa kita.

Memang sih, menurut mia, kejadian sial tuh tak ada yang bisa mengetahui, kapan dia bakal terjadi pada kita, namun tak ada salahnya jika kita bisa mengantisipasi semua kejadian buruk itu..

Tindakan pemerkosaan tak melihat lokasi. Bisa dirumah, di kampus, di toilet, di bilik warnet,  atow bahkan seperti kasus yang sedang hangat diperbincangkan, di sarana umum seperti angkot.

Hal penting yang membedakan lokasi-lokasi diatas, menurut mia adalah dari pelakunya.

Lihat saja, jika pemerkosaan terjadi di rumah, kebanyakan dilakukan oleh pelaku tunggal, biasanya oleh orang yang udah dianggap dekat seperti sodara, paman, ayah ataw bahkan tetangga. si korban diancam dengan cara sedemikian rupa, supaya pelaku pemerkosaan bisa memperkosa korban lebih dari sekali. 

Sedangkan jika pemerkosaan terjadi di luar rumah, kebanyakan bisa juga dilakukan oleh orang dekat yang kenal dengan korban, tahu kebiasaan korban dan pelaku biasanya lebih dari satu orang (berkelompok). kenapa berkelompok? karena jika tindakan pemerkosaan dilakukan di lokasi umum, kesempatan untuk kepergok warga juga lebih besar. jadi, perlu beberapa orang untuk bisa mengamankan 'operasi' pemerkosaan itu. dan lebih parahnya, tindakan pemerkosaan itu bisa terjadi secara berurutan (si cewek digilir untuk bisa memuaskan nafsu korban) 

jangan pake rok mini, jangan pake celana pendek, jangan pake baju ketat, jangan pake tanktop, jangan pake ini, jangan pake itu. Memang sih, semua nasehat itu ada benarnya, tapi kok jadinya ribet amat. Seolah membuat wanita di negara ini tak bisa mengekspresikan diri.

Baju mini memang bisa mengundang tindakan pelecehan atau pemerkosaan, namun apakah dengan baju panjang dan tertutup juga menjamin kita tak bakal diapa-apakan?

Pernah denger cerita dari kota di timur tengah sana? Saudi arabia? Mengenai pemerkosaan di kota tempat banyak orang orang yang menunaikan ibadah haji?

Di negara itu, para penduduknya ‘hampir’ tak ada yang mengenakan pakaian mini, semuanya  mengenakan baju panjang (atow biasa disebut gamis). Pakaian yang menutup kemolekan tubuh. Bahkan tak sedikit juga wanitanya mengenakan cadar untuk menutupi kecantikan mereka.

Tapi apakah disana tak ada tindakan pemerkosaan?

Jawabnya? Banyak.

Warga lokal, TKW, pelancong, banyak juga yang menjadi korban tindakan pelecehan.

Seorang teman yang baru saja pulang ‘melancong’ dari sana pun berkata banyak hal yang tak jauh beda dengan apa yang terjadi di Endonesa.

“kalo kamu cewe, pakailah pakaian yang menyamarkan bentuk tubuh (longgar/gombrong) “jangan pergi kemana-mana sendirian, walau hanya pergi ke pasar samping kompleks”, “jangan naek bis, taxi atow angkot tanpa ada teman yang menyertai”, “jangan pulang malam-malam” dan jutaan larangan laennya.

Hadeeehh. Rempong banget sih kalo mo hidup di negara itu?

Yang harusnya dibetulkan tuh bukan cara berpakaiannya, tapi cara berpikir otak para ‘calon’ pelaku pemerkosanya..

Bentar ah, sarapan dulu..


1 komentar:

tatang sugiana mengatakan...

mantaap. ke blog ku dong di tsugiana.blogspot.com

Posting Komentar

 
;