Minggu, 20 November 2011

Ketika Keperawanan Menjadi Nilai Tukar


Beberapa waktu lalu, ketika aku dan beberapa teman wanitaku sedang menghabiskan waktu liburan sembari melepas stress di salah satu objek wisata kota Kembang, ada seorang bapak dan beberapa temannya yang mendekat ke arah tempat kami duduk.

Pertama mereka mengambil tempat duduk tak jauh dari tempat kami berkumpul. Namun tak lama kemudian, setelah beberapa kali mereka mondar mandir di dekat meja kami, akhirnya mereka duduk di dekat lokasi kami duduk.

Singkat cerita, ada salah seorang bapak-bapak itu yang mencoba berkenalan dengan kami. Walau sebenernya kami enggan tuk berkenalan dengannya, tapi toh akhirnya kami bersalaman tangan juga. Dan entah kenapa, kami sepertinya mengijinkan untuk dia supaya duduk di sekitar meja kami (mungkin ia memiliki ilmu kharismatik sehingga kami seolah selalu dibuat penasaran olehnya :p )

Sambil mengenalkan diri, sang bapak itu berusaha membuat kami terkagum-kagum atas segala keberhasilannya. Ia sepertinya dengan sengaja memamerkan kekayaannya. Menyebutkan semua perusahaannya, mengkalkulasi semua pendapatan pertahunnya dan menceritakan tentang kehebatannya dalam mendapatkan berbagai macam wanita.

Bener sih, sekilas, aku tertarik juga mendengar semua cerita-ceritanya. Karena selain ia (terlihat) baik, ia juga royal, membelikan hampir semua menu makanan atau minuman yang kami lirik tanpa menanyakan apapun.

Tak terasa, lima menit berlalu begitu saja. Bapak-bapak ini memang mampu menjaga komunikasi diantara kami dengan baik, buktinya, kami tak merasa sedikitpun jengah untuk bercerita, walau terkadang, si bapak ini menanyakan hal privat kami.

Sampai tiba-tiba, ketika kami masih seru-serunya berceloteh tentang kegiatan masing-masing, si bapak itu melontarkan sebuah pertanyaan aneh.
“Eeh... Eh... Bentaran deh...  Bukankah kampus kalian pernah masuk koran karena ada salah seorang temen kuliah kalian yang rela menjual keperawanannya? Kalo ga salah demi membayar uang kuliah kali ya? Bener khan? ” Great, bapak ini benar-benar jago menggiring topik pembicaraan.

Topik aneh ini memang selalu berhasil menarik perhatian setiap orang.
“Masa sih om... ? Koran apaan... ?” Tanya kami hampir bebarengan.
“Itu loh... Bla bla bla... ” Jelas si bapak itu panjang lebar.

Dan seolah terhipnotis oleh ceritanya, sedikit demi sedikit kami mulai mendekatkan kursi-kursi kami kearahnya. Aneh, mendengarnya bercerita, seolah ia mampu menggambarkan berita di koran itu dengan detail.

Hingga ujung-ujungnya, tanpa malu-malu, si bapak itu melontarkan sebuah nasehat abu-abunya.
“Jangan sampe ya kalian menjual keperawanan kalian demi membayar sebuah tunggakan uang kuliah, karena masih banyak orang yang bisa membantu kalian, yah seperti om ini... ” Ucapnya sombong sambil mengeluarkan dompet dari saku celananya.

“Kebetulan, om masih ada urusan, jadi om enggak bisa nemenin adek-adek cantik ini sekarang...  Nah ini ada kartu nama om...   Adek-adek bisa ngehubungi om kapan aja kalo adek-adek butuh bantuan om...  yah bantuan apapun... ” Tambahnya lagi sambil menyodorkan secarik kertas kotak itu kepada kami-kami semua.
“Tenang saja...  Om pasti bisa ngebantuin semua masalah kalian kok...  “ Jelasnya lagi

“Mbaaaak...  minta bill... ” Pintanya singkat kepada waitress yang sedari tadi berdiri di sudut meja kasir.
“Tagihan saya barusan, tolong gabungin dengan total tagihan saya ya... ”
“Baik pak... ” Ujar waitress itu sambil menulis catatan di notes yang selalu ia bawa.

“Dan oiya, sekalian deh, semua makanan dan minuman yang adek-adek ini pesan, biar saya yang bayar... ” Ucapnya sambil tersenyum hangat kearah kami semua.
“Aduuhh ommm...  Gausah repot-repot” Teriak kami lirih. Mencoba menolak kebaikan bapak tua satu ini.
“Uudaaahhh...  anggep aja itu imbalan jasa dari kalian setelah menemani om ngobrol... ” jawabnya enteng.

Weeeeww...  Sungguh pickup line yang cukup lucu. Seorang bapak tua tak dikenal, mencoba menyogok kami dengan sebuah cara unik, yang walaupun agak kuno, tapi apa yang bapak tua itu lakukan, mampu membuat kami sedikit banyak mengobrolkan tentang dia.

“Eeh kira-kira, si om tadi biasa make cewe ga bener kali ya? Gw mau tuh minta bantuan dia...  hihihi... ” Celetuk salah seorang temanku.
“Bantuan apaan?” Tanya temanku satu lagi.
“Ya kali aja gw butuh duit, tinggal pura-pura aja jadi perawan, dan *snap...  dapet deh uang segepok... ” ujar temanku lagi sambil menjentikkan jarinya.

Mendadak aku berpikir. Segampang itukan keperawanan diperdagangkan?
Semurah itukah lambang kewanitaan seorang perempuan diperjual belikan?

Hymen, atau yang biasa disebut selaput dara, adalah lembaran tipis yang menyegel liang kenikmatan wanita, simbol kesucian perempuan, yang hingga sekarang entah masih ada harganya atau tidak.



 
 Hymen ketika masih utuh

Selaput terenak dari tubuh wanita 

"Hari gini... Masih perawan...?  Hhelooow, jadi biarawati aja nek... " 
Penghinaan status perawan yang hampir disamakan dengan pekerja gereja yang (maaf) dikiranya tak memiliki nafsu birahi

“Gimana sih rasanya ML? Apakah sakit?”
Terkadang, ada sedikit rasa jengah ketika menanyakan hal itu kepada teman wanita. Pertanyaan yang (oleh penanya-nya) terlihat begitu cupu.

"Aduuh...  Bingung nih...  Ntar kalo gw merid... Trus laki gw ga puas make love ma gw, apa kata dia ya? bisa-bisa dia ntar selingkuh... "
Ketakutan yang tak berdasar karena ketika menikah masih dalam keadaan perawan.

"Bodo amat gw mo tidur ama brapa banyak cowo, toh klo gw dapet calon laki yg ngharusin untuk perawan, ya tinggal operasi aja. toh sekarang banyak operasi keperawanan...  yg penting skrg gw mo seneng-seneng dulu... "
Pola pikir (kebanyakan wanita hedon) yang sedikit menjerumuskan tentang keperawanan.

 Entah...
 
Untuk saat ini, aku tak mampu lagi membedakan, keperawanan, keperjakaan, janda atau duda, semua begitu absurd. tak jelas, pusing.

“Aku terima kamu apa adanya...  Dan kuharap kamu pun dapat berlaku demikian kepadaku... ” Ujar seorang pria ketika mengikrarkan sebuah tarian manis bibirnya demi mendapatkan rasa percaya dan nyaman dari wanita.

Padahal tak jarang, itu hanyalah sebuah basa-basi dari pihak pria untuk menjaga perasaan pihak wanita ketika kelak ia tahu jika sang prianya ternyata sudah tak perjaka lagi. Namun anehnya, tak sedikit, kaum pria, sangat menginginkan untuk mendapat calon wanita yang perawan.

“Ayo donk say...  Katanya kamu sayang ama aku? Katanya kamu rela berbuat apapun demi aku?  Masa aku pengen gituan aja kamu tolak? Kalo kamu gak mau...  berarti kamu ga cinta donk ama aku?” Pertanyaan pembuktian kepada seorang wanita yang terkadang mampu membutakan apa arti sayang dan cinta sebenarnya.

“Kamu serius khan sayang ama aku? Kamu beneran khan cinta ama aku... ?” Tambah sang pria demi meruntuhkan dinding kehormatan pikiran sang wanita.

Dan akhirnya, demi dapat membuktikan perasaan serius sang wanita, dengan sukarela, sang wanita (bodoh) itu akhirnya merelakan jebolnya selaput dara yang harus ia jaga sampai jenjang pernikahan. Yah, hanya untuk mendapat kenikmatan yang durasinya tak lebih dari 3 menit.

Apakah karena semakin majunya pemikiran seseorang, atau karena tingginya tingkat intelektualitas seseorang, hal sepenting ini (perawan) menjadi hal yang dianggap kurang begitu penting?

Karena jika aku melihat beberapa tahun kebelakang, keperawanan adalah hal yang bisa dijadikan tolak ukur sebuah kehormatan. Bukan hanya kehormatan dari sang wanita, melainkan kehormatan sebuah keluarga. Berbeda dengan jaman sekarang ini, keperawanan seolah tak lebih dari sekedar basa basi semata.

Kalo mau mikir, sebenernya ini salah siapa?
Syapa yang harus bertanggung jawab tentang ini semua?

Apakah karena salah dari kurikulum, sehingga pendidikan seks tak diajarkan secara gamblang? Dan ketika rasa penasaran sang murid telah tak terbendung lagim apakah salah jika para muridnya mencari tahu semua pertanyaan mereka mengenai seks secara swadaya?

Apakah karena salah orang tua, yang kurang memberikan sedikit informasi penting ini, dikarenakan bagi mereka, seks adalah hal yang sangat, teramat TABU?

Kalau tak ada yang mengaku salah, lalu siapan yang harus dipersalahkan?

Yah, aku tak mencoba mendoktrin pikiran-pikiran kalian, karena sepertinya cuman pribadi kalianlah yang mungkin mampu menjawab pertanyaan itu.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

you are beautiful no matter what they say

Posting Komentar

 
;