Dengan
jemari lentiknya, Naya menyimpulkan tali jubah mandinya sembari berjalan masuk
ke kamar mandi. Sore itu, ia berencana melepaskan segala macam kepenatan
pikirannya dengan mandi sambil berendam di bathup. Yup, itu semua karena pekerjaan
di kantor barunya benar-benar menyita seluruh tenaga dan konsentrasinya.
Air
segera mengucur deras dengan seketika begitu Naya memutar tuas keran air yang
ada dibagian bawah bathup. Sesekali, ia kecipakkan tangan putih mulusnya ke air
guna merasakan tingkat kepanasan air.
“Moga-moga,
mandi berendam ini dapat menjernihkan pikiranku…” ucapnya pelan.
Butuh
beberapa waktu guna memenuhi bak bathup itu dengan air. Oleh karenanya, selagi menunggu
bathup penuh, Naya menuju dapur yang ada di lantai dasar untuk membuat segelas
jus melon kegemarannya. Jus melon, olahan minuman dari buah yang bagi Naya
adalah teman setia ketika menemaninya berendam.
“Cobalah
oh sayang hatiku pasti jadi milikmu | Bila kau tunjukkan kasih sayang padaku
Sepenuh hati dengan cintamu | Sayangi aku selayaknya aku kekasihmu
Aku wanita yang butuh cinta | Bukan hanya perzinahan | Yang dapat kau
lalui lalu kau pergi “
Tak
sadar, dari semenjak keluar kamar hingga dapur, bibir tipis Naya melantun
sebait lagu yang semakin lama semakin keras. Dan dengan diiringi gerakan tarian
manja, Naya menyanyikan keseluruhan tembang yang dibawakan oleh grup band lawas
tersebut. Hingga ketika melewati ruang tengah, Naya dikagetkan oleh sesuatu.
“Eh Mitha…
kamu kok sudah pulang…?” Tanya Naya dengan nada kaget akan keberadaan putri
semata wayangnya di sudut kursi ruang tengah.
“I…iya
mi… hari ini lesnya libur… khan sekarang hari jumat….” Jawab Mitha yang juga
terkejut akan kehadirannya Naya yang tiba-tiba.
“Haloo…
halooo…. Mith…? Mitha…?” panggil seorang pria yang ada di ujung telephon
“Eh
iya… Ga kenapa-napa kok, cuma ada mami…” sambung Mitha
“Hayoooo…
kamu sedang telepon ama siapa sayang?” Tanya Naya menggoda anak perempuan
satu-satunya.
Didekatkannya
telinga Naya pada gagang telephon yang berada pada genggaman Mitha, seolah ia
ingin nguping. Namun karena malu, Mitha segera menghindarkan gagang telephon
itu jauh-jauh dari jangkauan maminya.
“Ahhhh…
Mami kepo banget deh.… Cuma temen kok Mi…” Jawab Mitha malu-malu.
“Hahaha…
Dasar anak kecil…” tawa Naya yang akhirnya menyerah untuk menginvestigasi
putrinya itu.
“Udah
sana, mami mandi gih… Tuh denger… Suara aer bathupnya dah penuh…”
"Iyadeh...
Yang masih ABG..." Canda Naya genit.
“Halloohh…iya…………”
kembali Mitha melanjutkan perbincangan serunya seolah barusan tak ada apa-apa.
Sambil
tersenyum, Naya pun ikut-ikutan tak menggubris Mitha yang sedang telepon. Dia
segera menuju dapur untuk membuat jus melonnya.
Dari
dapur, suara berat Mitha masih sedikit terdengar. Naya sebenarnya berusaha
untuk tak menghiraukan percakapan antara putri dan temannya itu, namun entah
kenapa, jika melihat dari gelagat Mitha ketika menelpon, dia terlihat seperti
sesosok mata-mata yang sedang membocorkan rahasia. Duduk disudut ruangan,
bergelap-gelapan dengan pandangan mata yang selalu siaga mengawasi kondisi
sekitar.
Mau tak
mau, Naya pun menjadi penasaran. Segera saja, ia mematikan mesin blender yang
sedang menggiling daging buah melon itu, lalu ia pertajam indra pendengarannya.
Dan mendadak, Naya lupa akan tujuan awalnya membuat jus melon sebagai teman
mandi berendamnya.
“Hihihi…
iya bener.. rasanya bikin deg-degan gimana gitu….” Ucap Mitha lirih sambil
sesekali ia tertawa kecil.
“Bener-bener…
bentuknya ga sama seperti gambar yang ada di buku… beda banget…”
“Gedhe
dan panjang…”
“Iya.. Mitha
juga pengen…”
“Aduh…
kapan ya bisa seperti kemaren lagi…?” Kembali Mitha celingukan, menengok kearah
dapur dimana mamanya berada. Ia berjaga-jaga supaya tak ada seseorangpun yang mendengar
percakapannya.
“Mitha
juga merindukan sodokan batang panjangmu sayang… hihihi…” kembali Mitha tertawa
kecil.
“Merindukan
sodokan batang panjangmu…?” Tanya Naya dalam hati
“Batang
apakah yang sedang dibicarakan antara Mitha dan teman prianya ini?”
Mendadak
muka Naya menjadi merah, dan detak jantungnya berdebar begitu kencang. Apakah
mungkin, Mitha sedang membahas tentang batang kelamin teman lelakinya? Mitha
khan baru masuk kelas 2 SMP baru 15 tahun. Belum sepantasnya ia mendiskusikan
tentang hal itu dengan teman lelakinya.
Naya
mencoba mengingat tentang kejadian beberapa waktu lalu. Ada beberapa
kejanggalan mengenai putrinya yang susah untuk dijelaskan.
Pulang
larut malam, cupangan di leher bawah serta dadanya, dan yang paling mengejutkan
adalah adanya plastic kondom di laci kamarnya. Hal itulah yang membuat pikiran Naya
menjadi gelisah. Ada apa gerangan yang terjadi pada kelakuan putri satu-satunya
itu.
"Ah..
Kamu jangan gitu ahh… Mitha juga pengen….”
Kembali
Naya membuang semua pikiran aneh itu dan lebih memilih untuk mendengarkan
percakapan putrinya dari jauh. Hingga, sebuah kalimat yang membuat detak
jantungnya seolah berhenti.
“Mitha
juga pengen ngejilatin kontolmu Mas… pengen banget minum pejuhmu lagi..”
DEG..
Naya
seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Walau terdengar begitu
samar, namun Naya yakin, jika barusan ia mendengar putrinya ingin meminum
sperma lelaki teman bicaranya.
“Mitha
ga sabar nunggu mami pergi keluar kota lagi, jadi khan kita bisa nerusin
rencana mas Udin yang sempat tertunda kemaren..”
“Udin….?”
Tanya Naya dalam hati.
Mendengar
pembicaraan mereka yang mulai tak senonoh, Naya berjingkat pelan. Mendekat
kearah Mitha dari arah belakang punggung Mitha dan…
“Kamu sedang ngobrol dengan Udin si tukang ojek itu ya…?
“Kamu sedang ngobrol dengan Udin si tukang ojek itu ya…?
Mitha
menengok
kearah datangnya suara itu dan langsung berdiri dari tempat duduknya. "Sialan… udah dulu ya sayang, ada mami… "
Sebelum Mitha meletakkan gagang telephon itu ke badan telephon, Naya langsung menyerbu kearah Mitha sambil berteriak lantang.
Sebelum Mitha meletakkan gagang telephon itu ke badan telephon, Naya langsung menyerbu kearah Mitha sambil berteriak lantang.
"Berikan telepon
itu…" bentak
Naya sembari menyambar gagang
telephon itu dari tangan
putrinya.
"Dengar
ya Din… Jika gue ngelihat lo dekatan dengan anak gue lagi, gue ga akan
segan-segan untuk ngelaporin lo ke Polisi. Mengerti lo?" Bentak Naya sambil menutup telepon.
Seperti mendengar gemuruh geluduk di siang bolong, Mitha yang mendengar lelaki tercintanya diancam seperti itu, menjadi tak terima "Miiii, apa yang mami lakuin sih? Emang Mas udin salah apa miiiih..??”
Seperti mendengar gemuruh geluduk di siang bolong, Mitha yang mendengar lelaki tercintanya diancam seperti itu, menjadi tak terima "Miiii, apa yang mami lakuin sih? Emang Mas udin salah apa miiiih..??”
“Mami
ga suka kamu menjalin hubungan dengan lelaki tanpa masa depan seperti itu..”
“Tapi miii, aku mencintainya..."
“Buka
matamu sayang… tukang ojek seperti dia tuh tidak cocok buatmu…”
“Mitha
tak peduli dengan apa kerjaan dia, yang jelas Mas Udin cinta ama Mitha…”
“Jadi
kamu menentang pendapat mami?”
“Mami
Jahat…Mitha benci Mami…”
"Udah-udah… Kamu dihukum…. Weekend ini kamu tak boleh keluar rumah… sana masuk kamar..”
"Aku benci mami… Aku benar-benar benci mami…!" Tangis Mitha histeris. Ia berlari masuk kamar lalu membanting pintu kamarnya keras-keras.
"Udah-udah… Kamu dihukum…. Weekend ini kamu tak boleh keluar rumah… sana masuk kamar..”
"Aku benci mami… Aku benar-benar benci mami…!" Tangis Mitha histeris. Ia berlari masuk kamar lalu membanting pintu kamarnya keras-keras.
Tiba-tiba,
rasa bersalah muncul dalam hati Naya. Apakah dia salah atau terlalu keras dalam
mendidik Mitha, sehingga Mitha bisa berteman dengan lelaki busuk semacam Udin.
Apakah Naya kurang dalam memberikan perhatian dan kasih sayangnya, sehingga Mitha
bisa menjalin hubungan special dengan lelaki tak terurus seperti Udin.
Udin,
lelaki yang dalam pandangan matanya benar-benar jauh dari ganteng, putih atau
bermasa depan. Lelaki yang selalu menggunakan pakaian hitam belel, celana jean
sobek dan berbau asem. Belum lagi reputasinya sebagai pengedar narkoba yang entah
itu benar atau salah, semakin membuat citra Udin mejadi begitu buruk dimata Naya.
Naya
kembali teringat beberapa waktu lalu, ketika masa awal-awal perkenalannya
dengan Udin. Udin adalah tukang ojek ujung komplek yang membantu mengantarkan Naya
berangkat interview karena mobilnya entah kenapa susah untuk dinyalakan. Dan
ternyata, semenjak kejadian itu, Udin menjadi tumpuan harapan bagi Naya dalam
hal trasportasi. Baik sebagai sarana antar jemput atau untuk minta tolong
segala macam kebutuhan Naya.
Yah
dengan kata lainnya, Udin dapat diandalkan sebagai tangan tambahan ketika Naya
tak mampu dalam mengerjakan sebuah tugas.
Ramah,
baik dan tak perhitungan. Itulah yang membuat Naya percaya untuk menggunakan
jasa Udin. Namun ada satu hal yang Naya kurang suka dengan tukang ojek itu. Udin
memiliki sifat mesum. Apalagi semenjak putri semata wayang Naya juga mulai
sering menggunakan jasa ojek Udin, sifat mesum Udin menjadi semakin menjadi-jadi.
Hingga
pernah, Naya beberapa kali memergokin Udin yang sering memphoto dirinya ataupun
Mitha ketika mereka sedang mengenakan rok pendek atau baju dengan atasan
berbelahan dada rendah. Dan yang paling parah, Naya sempat mendapati adanya
sperma di kamar mandi, setelah kamar mandi itu digunakan Udin.
Yup,
Udin beronani dikamar mandi.
Memang
sih, Udin tak pernah mau mengaku melakukan hal itu, tapi Naya benar-benar yakin
jika lelehan sperma di dinding dan lantai kamar mandi itu berasal dari batang
penisnya.
Udin
juga sepertinya membawa dampak buruk kepada Mitha. Karena semenjak
kenal Udin, Mitha menjadi sangat susah
diatur, suka melawan, dan mulai menggunakan gaya berpakaiannya yang berbeda.
Dulu,
putri satu-satunya itu selalu malu jika diminta untuk mengenakan baju seksi, namun
sekarang, tak disuruh pun Mitha dengan pedenya berani mengenakan jins ketat atau jeans super
pendek, berkaos kecil, yang kesemuanya menonjolkan lekuk tubuhnya
“Huuuhhh….
“ desah Naya lirih. Kali ini, pikirannya semakin kacau.
“Mas
Loddy…Apa yang harus Naya lakukan…?” Tanya Naya dalam hati. Diraihnya gagang
telephon yang ada di atas meja ruang tengah, dan mulai menekan beberapa tombol.
Naya
berharap suami tercintanya yang sedang tugas keluar kota mampu memberikan
masukan tentang masalah yang ia hadapi saat ini. Namun tiba-tiba Naya memilih
meletakkan gagang telepon, dan tak jadi menghubungi suaminya. Ia tak mau
mengganggu pikiran suaminya dengan masalah lagi. untuk sementara, ia pendam
saja dulu masalah ini.
Naya kembali kearah dapur, mengambil gelas jus melon favoritnya dan bergegas ke kamar mandi di lantai atas. Ia menutup pintu kamar mandi, meletakkan gelas jus disamping bathup dan mulai melucuti jubah mandinya. Naya berjalan ke cermin dan membiarkan jubahnya jatuh ke lantai. Itu adalah kebiasaan sehari-hari untuk memeriksa tubuhnya sendiri sebelum mandi.
Dengan
jeli, mata bulat Naya memeriksa sekujur tubuhnya. Terkadang, Naya merasa bangga
akan tubuh yang ia dapati. Masih berusia 34 tahun namun sudah memiliki seorang
putri cantik berumur 15 tahun. Hal itu pun
terkadang membuatnya sedikit besar kepala, karena ketika mereka jalan berdua,
tak jarang banyak orang yang salah mengira jika mereka kakak adik.
Rambut
hitam yang lurus panjang, menjuntai hingga punggung. Tubuh yang dibalut kulit berwarna
kuning langsat, tinggi 165 cm dan berat tak lebih dari 50 kg itu pun sering
membuat mata lelaki susah untuk tidak melihat kesintalan tubuh ibu satu anak
itu. Belum lagi dengan tonjolan buah dada 34C dan bongkahan bokongnya yang
membulat indah, membuat Naya benar-benar seperti bidadari.
“Waktunya berendam…” bisik Naya dalam hati.
Segera
saja, Naya meluncurkan kaki jenjangnya
kedalam bathup. Mencoba beradaptasi sejenak hingga tubuhnya menjadi terbiasa dengan panasnya
air yang menggenang di bathup. Lalu tak lama kemudian, sekujur tubuhnya
sudah masuk semua kedalam bathup itu.
“Oooouuuhh…
nyaman sekali rasanya…” desahnya lirih.
Diusapnya
pangkal luar lengannya yang mulus, pundak, payudara, perut, paha hingga kedua betis
butir padinya. Dengan perlahan ia menyeka semua daerah itu sembari memeriksa
kulit mulusnya. Naya memejamkan mata, dan menenggelamkan seluruh tubuhnya.
***
Tak
terasa, sudah hampir sejam Naya tertidur di bathup. Karena begitu sadar dari
lelap, jemari tangannya sudah terlihat keriput, dan air yang memenuhi bathup
itu sudah tak lagi hangat.
Segera
saja Naya beranjak dari bathup dan mulai membilas tubuh langsingnya. Naya mengambil sabun aroma melati dan membilas bahu serta
lengannya sebelum pindah ke
dadanya.
Mendadak,
Naya tersentak
kaget saat sabun dan
buih-buihnya meluncur di sekitar
putting
payudaranya. Puting berwarna merah muda itu selalu sensitif, bukan sensitive
lagi, melainkan super sensitif . Sentuhan sepelan apapun, selalu dapat mengirimkan getaran kejang ke sekujur tubuhnya.
Puting
payudaranya selalu mencuat keras dan begitu menjulang jauh kedepan, sehingga
terkadang putting itu terasa begitu ngilu jika terhimpit oleh kain branya. Dan
saat ini, kedua putting
payudara itu benar-benar sensitive, keras dan sakit.
Naya menggosok sabun di sekitar bawah payudaranya sebelum
meluncur di atas perutnya yang rata. Terakhir dia menyabuni selangkangannya dan meluncur ke
tungkai pahanya. Dia tergoda
untuk membiarkan tangannya berlama-lama di antara kakinya, daerah
intim wanita yang selalu membuatnya merasa geli barcampur nikmat ketika digosok.
“Andai
kamu ada disini mas….” Sambil terus mengusap selangkangannya, kembali Naya
membayangkan kehadiran suaminya.
Rasa
licin dan lembutnya sabun yang berada di sekitar puting payudaranya membuat dia terangsang. Ingin
sekali rasanya bercinta saat itu juga, namun Loddy, suami Naya masih dinas
diluar kota. Dan masih ada waktu sekitar seminggu lagi hingga suaminya bisa
pulang dan menyetubuhinya.
Lagi-lagi.
Naya harus menahan birahi yang memuncak itu. Naya ingin ketika suaminya pulang,
ia akan mendapatkan kebinalan dirinya secara penuh.
Setelah
kurang lebih lima menit membilas tubuh, Naya
akhirnya menyudahi mandi sorenya.
Ditariknya
karet penyumbat bathup itu dan ia segera beranjak keluar kamar mandi. Dikeringkannya tubuh basah itu dengan handuk putih
tebal lalu menggosokkan baby oil ke seluruh kulit tubuhnya.
Mendadak,
Naya merasa begitu lapar.
Mandi
berendam di sore hari seperti ini memang sangat menguras stamina. Walau sama
sekali tak melakukan aktifitas apapun, tubuh seperti baru saja melakukan renang
melewati dua pulau.
Dengan
rambut yang masih digelung kain handuk, Naya keluar dari kamarnya dan menuju
kedapur. Suasana rumah kembali terasa sepi, karena si Mitha sedang menjalani
hukumannya di dalam kamarnya.
Namun,
ketika Naya melewati kamar Mitha, sayup-sayup terdengar suara cekikikan yang
sangat ia kenal.
Dengan
cepat, Naya membuka pintu kamar putrinya dan melihat kesekeliling ruangan. Mitha
yang semula sedang tertawa-tawa, langsung menyembunyikan handphone yang ia
genggam kebelakang punggungnya begitu maminya masuk.
“Kesinikan
handphonemu…” pinta Naya
“Buat
apa mi…?” Tanya Mitha
“Kesiniin….!!!” Ucap Naya lagi dengan nada sedikit keras.
“Kesiniin….!!!” Ucap Naya lagi dengan nada sedikit keras.
Dengan
berat hati, Mitha melempar handphone itu ke sudut kasur, dekat dengan posisi Naya
berdiri.
"Mitha
smsan ama Rezy mii…. Bener kok…”
“Yuk
kita lihat…”
Merasa
pernah muda, Naya tak bisa dibohongi anak semata wayangnya begitu saja.
Ditekannya tombol hijau di telpon Mitha, menelpon teman putrinya yang bernama
Rezy.
“Baru
juga sms-an bentar, sayang Mitha udah kangen ama kontol abang udin ya? Sampe
nelpon-nelpon segala…” ujar lelaki dari ujung telephon,
“BANGSAT
lo Din… JAUHI Mitha…!!!” bentak Naya seketika dan mengakhiri pembicaraan.
“Mitha…
mami kecewa denganmu… mami tak mengira kamu masih berhubungan dengan lelaki
mesum itu..”
“Biarin…
Mitha cinta bang udin… dan Mitha tak akan tinggal diam melihat mami
menghalang-halangi hubungan kami…”
“Berani
kamu ya…?” Emosi Naya meningkat. “Ayo ikut mami… mami tak akan membiarkanmu
seperti ini”
"Mitha
ga mau ikut…” Tolak Mitha sengit sambil cemberut dan menyilangkan lengan didepan dadanya.
“Ikut…!”
bentak Naya sambil mencengkeram pergelangan tangan Mitha.
Diseretnya
putri semata wayangnya itu kearah kamar tidurnya.
"Kali
ini kita tukeran kamar tidur… “ ujar Naya sambil mendorong Mitha secara paksa
memasuki kamar tidurnya. “Kali ini, kamu akan merasakan, apa itu rasanya
dikurung…” tambah Naya lagi sambil mengunci pintu kamar tidurnya.
“Mitha benci mami… Mitha ga mau punya mami jahat
seperti mami…” histeris Mitha dari dalam kamar Naya.
Sebenarnya,
Naya merasa menyesal akan apa yang telah ia lakukan pada Mitha barusan. Akan tetapi ia sama sekali
tak memiliki jalan keluar tentang apa yang harus dilakukan guna memisahkan
putri satu-satunya dengan ojek kampung itu.
Naya
merasa begitu frustasi, dan berpikir untuk segera menelpon Lody. Namun, kembali, ia mengurungkan niatnya. Ia tak ingin membuat
suaminya itu khawatir akan apa yang terjadi kepada putri satu-satunya tersebut.
Dengan
langkah gontai dan pikiran kalut, Naya berjalan kearah dapur dan membuat makan
malam. Dua porsi besar spageti bakso dan dua gelas orange jus, satu untuk
dirinya, dan satu untuk Mitha.
Sejahat-jahatnya
ibu, Naya tak tega juga melihat putrinya hanya meringkuk di sudut tempat
tidurnya.
“Mitha…
nih makan malamnya udah mami siapin.. yuk kita makan malam bareng.…”
Tak ada
jawaban sedikitpun dari Mitha. Rupanya saat itu Mitha masih benar-benar sebal
akan hukuman dari Naya.
Walau
sedang menghukum putri semata wayangnya, Naya juga tak tega melihat putrinya
itu kelaparan. Oleh karena itu, ia sengaja meletakkan makan malam itu di dalam
kamar tidurnya, lalu kembali keluar dan mengunci kamarnya lagi.
“Aku mami
yang sadis….” Ujar Mitha dalam hati.
Malam
semakin larut, rasa kantuk karena makan malam pun mulai menyergap. Dan karena
kamar tidur Naya malam ini ditempatin oleh Mitha, mau tak mau Naya harus tidur
dikamar Mitha.
“Sudah
lama juga aku tak pernah berkunjung ke kamar yang mungil ini..” Sejenak, Naya
mengamati sekeliling kamar putrinya. Laptop, TV, audio set, lemari, rak buku
dan tempat tidur dengan sprei dan selimut berwarna pink. Dinding berwarna hijau muda yang ditempeli
beberapa poster idola, AC dan dua buah jendela yang ada disamping-samping
tempat tidur. Tak ada yang special dari kamar itu, sama seperti remaja cewe
pada umumnya.
Naya
kembali berkeliling kamar mungil itu. Di atas meja belajarnya terdapat beberapa photo Mitha
mengenakan bikini seksi bersama teman-temannya ketika berenang di pantai beberapa tahun lalu. Melihat tubuh putrinya
mengenakan bikini, Naya
benar-benar bersyukur
karena telah memiliki putri yang cantik seperti Mitha.
Perhatian
Naya mendadak tertuju pada laptop Mitha. Laptop itu masih aktif karena lampu
indicator masih menyala. Penasaran akan
apa yang ada dalam laptop Mitha, Naya segera membuka laptop itu.
Tak
ada sesuatu yang disembunyikan di laptop itu, hanya berisi tugas-tugas sekolah,
photo dan beberapa game. Namun, ketika sedang asyik-asyiknya ‘menggeledah’ isi
laptop Mitha, Naya menyadari ada sebuah folder yang sangat mengganggu. Folder
berisikan gambar-gambar Mitha yang menurutnya kurang sesuai dengan gambaran
anak berusia 15 tahun.
Folder
itu berisikan photo-photo dari catatan sex Mitha semenjak dia berkenalan dengan
Udin. Mitha sepertinya sengaja mendokumentasikan segala macam coretan tangannya
dengan cara memphotonya dan menyimpannya di dalam laptop.
Corat-coretan
vulgar yang menggambarkan kapan Udin mencium Mitha.
Corat-coretan vulgar yang menggambarkan gimana rasanya putting ketika dijilat.
Corat-coretan vulgar yang menggambarkan apa rasa pejuh ketika masuk mulut.
Corat-coretan vulgar yang menggambarkan sketsa kelamin pria yang sama sekali tak proporsional dengan postur tubuhnya dengan tulisan “Kontol Bang Udin Tersayang” dan gambar kecupan bibir di sekujur gambarnya.
Corat-coretan vulgar yang menggambarkan gimana rasanya putting ketika dijilat.
Corat-coretan vulgar yang menggambarkan apa rasa pejuh ketika masuk mulut.
Corat-coretan vulgar yang menggambarkan sketsa kelamin pria yang sama sekali tak proporsional dengan postur tubuhnya dengan tulisan “Kontol Bang Udin Tersayang” dan gambar kecupan bibir di sekujur gambarnya.
Dan
yang paling parah, Mitha memiliki beberapa photo penis Udin kampung itu. Mulai
dari kondisi lemas, setengah ereksi, ereksi sempurna, blowjob, hingga photo
penis yang sudah memuncratkan pejuhnya di mulut Mitha.
“Ya ampun… sudah sejauh inikah hubungan
mereka?”
Tak
tahan dengan pikiran yang mendadak menghantui, Naya segera mematikan laptop putrinya dan duduk di tempat tidur. Dengan
nafas yang masih menderu-deru, Naya mencoba menenangkan diri.
Satu
hal yang dipikirkan Naya semenjak ia melihat photo-photo catatan Mitha.
“Udin
harus sesegera mungkin dijauhkan dari kehidupan Mitha… ya.. itulah satu-satunya
cara untuk membuat Mitha kembali nurut seperti dulu lagi” batin Naya sembari
menenggak seluruh jus orange sisa makan malam itu hingga tak tersisa.
Mendadak,
kepala Naya pusing. pandangan matanya kabur, dan kelopak matanya menjadi sangat
berat.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar