Rabu, 14 Desember 2011

Konsumen, selalu disalahkan..

Beberapa waktu lalu, aku membeli sebuah lampu TL dengan merek philips di sebuah toko eletronik di deket appartmen tempatku tinggal.

Lampu TL (Tubular lamp) adalah sejenis lampu berisi gas (uap raksa bertekanan rendah) berbentuk tabung yang pada ujung-ujung kaki lampu tsb dipasang elektroda berupa lilitan kawat pijar yang akan menyala bila dialiri listrik.
Narasumber : OB appartment mia yg kuliah di jurusan listrik

Aku sengaja memilih lampu merek ini karena reputasi dan kualitas mereknya yang telah mendoktrin otakku dengan kalimat “Lampu Philips tuh tahan lama”, “Garansi Lampu Philips tuh bagus banget..”, “Pake Philips aja.. lebih hemat..” dan beberapa doktrin positif lainnya.

Memang sih, aku akuin sendiri. Lampu dengan merek philips memang sudah sangat terkenal di seantero pelosok negeri. Bokap mia dirumah atau hubby mia di proyek juga selalu menggunakan lampu dengan merek ini. Entah karena memang kualitasnya yang bagus atau karena faktor lain.

Ada satu lagi alesan yang bisa digunakan konsumen ketika memilih Philip sebagai merek lampu penerangannya. Prestige.

Yup. Rasa bangga. Bangga karena menggunakan merek terkenal, bangga karena menggunakan produk yang memiliki harga relatif mahal, bangga karena menggunakan produk yang juga digunakan oleh bangunan-bangunan mewah. Itulah yang salah satu alesan konsumen memilih merek Philip daripada merek lain.

Namun, semua itu tak berlaku bagiku. Karena setelah kejadian beberapa waktu lalu, aku sedikit merubah pola pikir dan cara berpandangku mengenai apresiasi sebuah merek.

Setelah mengganti lampu Philips rusakku dengan menggunakan lampu Philips baru tersebut, tetap saja, beberapa hari kemudian, lampu Philips itu kembali rusak. Sangat tak sesuai dengan apa yang digembar-gemborkan banyak orang. Yup mati total dengan salah satu kaki tabungnya (lagi-lagi) menghitam pekat. Padahal, aku jarang sekali menggunakan lampu tersebut.

Dan lebih parahnya, ketika aku mencoba untuk meng’claim’ keabsahan garansi lampu TL Philips tersebut ke toko tempat lampu itu dijual, aku mendapat respon yang kurang positif dari pemilik toko itu.
“Khan kemaren dicoba disini masih nyala mbak? Colokan lampu punya mbaknya kali yang jelek...” ujar pemilik toko itu dengan nada ketus. “tegangannya salah... arus listriknya naik turun... sering nyala mati’ in lampu...”

“Yaoloh, ada-ada aja sih alesan penjual ini.. bikin mood jadi rusak..” batinku dalam hati. Ya mungkin karena aku cewe, yang tak tau tentang hal-hal yang berhubungan dengan listrik dan elektronik, dia bisa berkata sesuka pusernya.

“Lalu nasib lampu mia gimana donk? Khan Philips garansi...?” tanyaku lagi mencoba mengalah.
“Philips sekarang tak pernah memberi garansi mbak... kalo mau, ya pake merek lain aja...” alasan dia.
“Berarti mia harus beli lagi donk...”

Tanpa menjawab sepatah kata pun, penjual itu langsung saja mengeluarkan beberapa stock lampu TL baru.

Setelah beberapa waktu berdebat dengan si pemilik toko, aku akhirnya mengalah. Mau tak mau, aku kembali harus mengeluarkan uang untuk bisa mendapatkan lampu baru. 26 ribu aku keluarkan untuk membeli lampu TL Philips dengan watt yang sama 14 watt. Kuharap lampu baru ini bisa menerangi ruanganku lebih lama.

Beberapa alesan negatif timbul di pikiranku, mengenai kenapa si penjual lampu Philips ini tak mau mengganti lampu rusak tersebut.
1.     Lampu itu bukanlah lampu philips asli atau bisa dikatakan, lampu bekas/rusak yang oleh ke-kreatifan orang Endonesa, disulap menjadi lampu baru (rekondisi). Sehingga si penjual ga bisa mengganti produk rusak itu.
2.     Si penjual malas. Karena untuk mengclaim produk cacat tersebut ke pabrik, dibutuhkan waktu dan prosedur tertentu.
3.     Si penjual ogah rugi. Rugi karena produknya tak banyak terjual, rugi karena harus menyimpan produk cacat, dan rugi karena reputasi tokonya yang menjadi jelek.

“Lampu Philips tuh tahan lama”, “Garansi Lampu Philips tuh bagus banget..”, “Pake Philips aja.. lebih hemat..” mungkin aku harus memikirkan kembali kebenaran dari kalimat-kalimat tersebut.

5 komentar:

Unknown mengatakan...

jangan terpengaruh ama iklannya.

Unknown mengatakan...

iklan ngk selalu bener...
kadang terlalu didramatisir...

soherun mengatakan...

..terus terang , gelap terus...

kisut mengatakan...

bener tuh kata si penjaga toko. mungkin ada yg salah (listrik) di rumah mbak. listrik yg naik turun, cepet bikin lampu neon rusak sbelum waktunya.

Anonim mengatakan...

hak konsumen kurang dilindungi di Indonesia

Posting Komentar

 
;